Bipolar merupakan suatu jenis penyakit yang terdiri dari beberapa komponen yang melibatkan gangguan alam perasaan yang parah, defisit neuropsikologi, imunologi, fisiologis dan gangguan dalam fungsi fisiologis (Rowland & Marwaha, 2017). Menurut National Institute of Mental Health (2015), bipolar atau yang disebut dengan penyakit manik depresif merupakan gangguan pada perubahan suasana hati dimana seseorang bisa merasa sangat bahagia, jauh lebih bersemangat dan aktif dari biasanya (episode manik) dan terkadang merasa dangat sedih, memiliki energi yang rendah (episode depresi).
Menurut American Psychiatric Association (2013) dalam Zannah, dkk (2018), terdapat dua jenis bipolar yaitu bipolar tipe I dan bipolar tipe II, yang dapat dibedakan dengan adanya episode hipomania yang terjadi pada saat ini atau sebelumnya., yang mana pada penderita bipolar tipe II sering mengalami perasaan mudah marah dan sebelumnya tidak memiliki episode mania secara penuh.
Menurut WHO tahun 2016 terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizoprenia, serta 47,5 juta terkena demensia di dunia. Angka kejadian bipolar di seluruh dunia diperkirakan 2-5% yaitu 1-2% bipolar tipe I (bipolar dengan mania) dan 3-4% bipolar tipe II (bipolar tanpa mania) (Rybakowski, 2017). Bipolar dapat terjadi seumur hidup. Studi cross sectional pada 11 negara menunjukkan bahwa angka kejadian seumur hidup bipolar adalah 2,4% dengan perincian 0,6% untuk bipolar tipe I dan 0,4% dengan bipolar tipe II (McCormick, et al. 2015). Bipolar disebabkan oleh faktor keturunan, dimana resiko kerabat tingkat pertama dari penderita bipolar mengalami gangguan bipolar adalah 5-10%, 40-70% terjadi pada kembar monozigot, dan juga dapat disebabkan oleh lingkungan yaitu infeksi pada prenatal dan perinatal, dan pada post natal ayitu faktor penganiayaan anak (Rowland & Marwaha, 2017).
Terapi pada penderita bipolar berfokus pada stabilisasi dengan tujuan untuk memulihkan gejala mania atau depresi sehingga didapatkan mood yang stabil (Zannah, dkk.,2018). Menurut Rowland & Marwaha (2017), terapi yang dapat digunakan pada penderita bipolar adalah farmakoterapi, terapi psikososial, dan terapi lain. Farmakoterapi bertujuan untuk mengendalikan dan mencegah kekambuhan pada pasien dengan gangguan bipolar seperti mood stabilizer dan antipsikotik, terapi psikososial merupakan jenis terapi dengan memberikan edukasi dengan tujuan membantu untuk memberikan dukungan, pendidikan, dan bimbingan kepada orang dengan gangguan bipolar dan keluarga, sehingga dapat meningkatkan stabilitas suasana hati, sedangkan terapi lain diberikan ketika pengobatan, terapi psikososial dan intervensi kombinasi yang diberikan tidak efektif. Intervensi yang dapat diberikan adalah terapi electroconvusive therapy (ETC).
Hari, Tanggal : Sabtu, 03 Agustus 2019
Waktu : 07.00 s/d 16.20
Tempat : Aula Stella Maris Gedung Medik Carolus Borromeus RS St. Carolus. Jalan Salemba Raya No. 41 Jakarta Pusat
Materi Seminar:
1. Evidence Based Practice tentang Gangguan Bipolar, Oleh: Margareta Ursula Madu, S.Kep
2. Etiologi-Patofisiologis, Komplikasi, dan Penatalaksanaan Medis pada Gangguan Bipolar, Oleh: Dr. Lahargo Kembaren, SpKJ
3. Legal dan Etik Keperawatan Jiwa dalam Gangguan Bipolar, Oleh: Ns. Jajang Rahmat S., M.Kep, SpKep.Kom
4. Peran/Pengalaman Perawat dalam Merawat Pasien dengan Gangguan Bipolar, Oleh: Ns. Ribka Br. Purba, S.Kep
5. Peran Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Gangguan Bipolar, Oleh: Prof. Dr. Budi Anna K., S.Kep., MAppSc
6. Self Healing bagi Pasien dengan Gangguan Bipolar, Oleh: Ns. Jesika Pasaribu S., M.Kep., Sp.KepJ
Salam Semangat
Tags :